Kamis, 19 Desember 2013

REVIEW JURNAL "PEMBUATAN SUMBER ENERGI LISTRIK PADA MICROBIAL FUEL CELL"

REVIEW PEMBUATAN SUMBER ENERGI LISTRIK
PADA MICROBIAL FUEL CELL
INDRI RACHMAWATI
(1112096000049)
Jurusan Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Jakarta
 


ABSTRAK
Krisis energi yang semakin terasa dewasa ini memicu pengembangan sumber energi alternatif terbarukan (renewable) untuk mensubstitusi penggunaan minyak bumi yang selama ini menjadi sumber energi utama bagi masyarakat. Microbial  Fuel Cell(selanjutnya disingkat MFC) merupakan fuel cellyang memanfaatkan materi organik, misalnya limbah organik,yang digunakan oleh mikrobasebagai sumber energidalammelakukan aktivitas metabolismenya dengan menggunakan sample Limbah cair rumen sapi, limbah cair tahu dan limbah cair industri sawit,  Bakteri Escherichia coli yang di isolasi dari feses ternak dan rumen substrat tambak udang dan hasilnya adalah Bakteri Escherichia coli yang di isolasi dari feses ternak dan rumen lebih memiliki potensial yang besar dalam memproduksi sumber listrik dengan menghasilkan arus listrik sebesar tegangan (VoC) sebesar 512 mV.
 

ABSTRACT
The energy crisis is increasingly felt today sparked the development of alternative renewable energy sources (renewable) to substitute the use of petroleum which has been the main source of energy for the community. Microbial Fuel Cell (MFC abbreviated hereafter) is a fuel cell that utilizes organic materials, such as organic waste, which is used by microbes as a source of energy in metabolic activity using a cow rumen samples of liquid waste, liquid waste and liquid industrial waste oil, bacteria Escherichia coli isolated from cattle feces and rumen substrate shrimp farms and the result is the bacterium Escherichia coli isolated from cattle feces and rumen more have great potential in producing electricity source to generate electrical current of voltage (VoC) of 512 mV.








PENDAHULUAN
Listrik menjadi kebutuhan primer dalam kehidupan manusia pada saat ini. Di negaraberkembang seperti Indonesia, listrik diperoleh dengan cara pengolahan berbagai macamsumber daya fosil yang dimiliki. Dilakukanlah ekplorasi hasil fosil seperti minyak bumi, gas,batubara secara besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya. Kondisi inimengakibatkan terjadinya penurunan jumlah cadangan bahan bakar khususnya minyak dangas. Hal inilah yang memicu terjadinya kenaikan harga dan terjadinya krisis energi,khususnya listrik di negeri ini.Pemanfaatan bakteri untuk menghasilkan energi listrik menjadi upaya yang ditempuhdan dilakukan oleh para peneliti dalam beberapa tahun ini. Sistem yang digunakan adalahteknologi Microbial Fuel Cells (MFCs) yang merubah penyimpanan energi kimia dalambentuk campuran organik menjadi energi listrik yang terus menembus reaksi katalis olehmikroorganisme telah menghasilkan energi listrik. Bakteri bisa digunakan dalam sistemMFCs untuk menghasilkan energi listrik sambil menyelesaikan proses penghancuran darimaterial organik (Du et al., 2007).Berbagai macam cara telah diupayakan sebagai solusi mengatasi ketergantunganmanusia atas energi yang berasal dari fosil. Energi baru terbarukan dipandang sebagai salahsatu cara untuk mengatasi krisis energi global. Metode pengembangan energi listrik darisumber yang dapat terbarukan tanpa menghasilkan emisi karbondioksida ( CO2) dan ramahlingkungan telah ditemukan dan dikembangkan oleh para peneliti (Du, Zhuwei, Li dan Gu,2007).Sistem MFCs ini akan memanfaatkan hasil dari proses metabolisme bakteri. Bakteriakan melakukan metabolisme dengan mengurai glukosa menjadi hidrogen (H2) dan oksigen(O2). Hidrogen merupakan bahan baku yang digunakan untuk reaksi reduksi dengan oksigen,sehingga melepaskan elektron pada anoda sebagai sumber arus listrik. Apabila dibandingkandengan baterai yang hanya mampu mengandung material bahan bakar yang terbatas, MFCsdapat secara kontiniu diisi molasses atau glukosa untuk diuraikan oleh bakteri menjadi bahan bakar (hidrogen)
Pada review kali ini, penulis mengambil tema tentang bahan apa yang terbaik untuk dijadikan produksi teknologi Microbial Fuel Cells (MFCs)  dengan mengambil data sample menggunakan limbah cair, bakteri Escherichia coli dan sedimen tambak udang.

METODE
Review ini merupakan hasil suatu studi literatur tentang bioetanol dengan memanfaatkan jurnal elektronik dari internet.
Situswww.biotechnologyforbiofuels.com/content/4/1/8 merupakan suatu situs internet yang khusus menyediakan jurnal penelitian terkait bahan bakar nabati. Situs ini menyediakan jurnal-jurnal berstandar dan  open access. Topik yang dibahas kebanyakan membahas produksi bahan bakar alternatif dengan memanfaatkan mikroba melalui teknik fermentasi.  Bioetanol merupakan kata pencarian yang menampilkan banyak jurnal dan cukup variatif.  Dengan menggunakan bioetanol sebagai topik, maka jurnal-jurnal yang digunakan dalam artikel ini adalah:
1.       PEMANFAATAN LIMBAH CAIR SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK PADA MICROBIAL FUEL CELL
2.       MICROBIAL FUEL CELL SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF MENGGUNAKAN
BAKTERI Escherichia coli
3.       DEGRADASI BAHAN ORGANIK DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PENGHASIL ENERGI LISTRIK PADA SEDIMEN TAMBAK UDANG MELALUI
SEDIMENT MICROBIAL FUEL CELL

Jurnal-jurnal ini  digunakan sebagai bahan pembuatan artikel untuk kemudian dibandingkan satu sama lain guna mengetahui bahan baku  paling efektif dan tergolong mudah untuk mendapatkan sumber energi listrik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada jurnal pertama, diketahui bahwa
1.  Limbah cair rumen sapi, limbah cair tahu dan limbah cair industri sawit dapat dimanfaatkan sebagai substrat dan agensia mikroba pada sistem MFC.
2.  Dari tiga jenis limbah cair yang diuji dengansistemMFC, limbah cair rumen memberikan tegangan listrik terbesar dibandingkan dua macamlimbah cair lainyang diuji. Besar tegangan maksimal limbah cair rumen yang terukur dengan sistem MFC bejana sepasang ialah 810 mVdan yang terukur dengan sistemMFC seri ialah 575 mV.
Hasil pengukuran beda potensial MFC bejana seri Selain menggunakan bejana sepasang, pengukuran beda potensial limbah cair juga dilakukan pada sistemMFC dengan bejana seri. Pengujian terhadap karakteristiksistemMFC ini menunjukkan bahwa sistemmampu menghasilkan beda potensial yanglebih tinggi bila diberi beda potensial tambahan (pada t tertentu), dibandingkan kondisi alami (tanpapenambahan). Beda potensial tambahan dapat dianalogikan dengan cekamanlingkungan terhadap mikroba. Cekaman ini memicu mikroba untuk bermetabolismelebih giat daripada biasanya.Dengan demikian elektron bebas yang dihasilkan juga lebih banyak. SistemMFC dengan bejana seri juga mampu berfungsi serupa dengan penyimpan muatan (kapasitor). Muatan yangdiberikan saat penambahan beda potensial di atas disimpan oleh sistem. Hal ini ditunjukkan  oleh besarnya nilai yang terukur oleh multimeter setelah bedapotensial tambahan tersebut dilepas. Pemakaian energilistrik yang dihasilkan oleh sistem membuat beda potensial yang dihasilkan menurun. Namun, pada titik tertentu beda potensial kembali meningkat. Peningkatan ini menunjukkan bahwa sistem mampu memulihkan sendiri muatan listriknya. Pada kapasitor biasa,muatan listrik tetap pada nilai tertentusetelah digunakan.Kemampuan sistemMFC dengan bejana seri untuk mengisi ulang muatan listriknya tanpa perlakuan dari luar merupakan potensi yang dapat dikembangkan.Pada pengukuran beda potensial MFC bejana seri terhadaptiga macam limbah yang samaseperti pengukuran dengan bejana sepasang, limbah cair rumen menghasilkanbeda potensial tertinggi,yakni 575 mV, selama70 jampengukuran (tabel 4.2).Hal ini sejalan dengan hasil pengukuranpada bejana sepasang.
Beda potensial yang dihasilkan olehkonsorsiummikroba selamapengukuran pada sistemMFC baik dengan bejana sepasang maupun bejana seri tidak stabil (gambar 4.1). Nilainya berfluktuasi di tiap waktu pengamatan. Hal ini terkait pula dengan aktivitasmetabolismemikroba yang terdapat di dalamlimbah cair. Dalamaktivitas katabolisme, sejumlah energi dihasilkan saat senyawa kompleks dipecahmenjadi senyawa sederhana.Sebaliknya,sejumlah energi dipakai saat senyawa sederhana disintesis menjadi senyawa kompleks. Kedua jenis  metabolismeini terjadi secara simultan. Pada waktu tertentusecara umum (skala konsorsium mikroba) selisih dari total energi yangdihasilkan dan yang dipakai dapat meningkat atau menurun, bergantung pada reaksi yang berlangsung. Selainkarena aktivitasmetabolisme, fluktuasi beda potensial turut disebabkan oleh interaksi antara mikroba penyusun konsorsium. Produk fermentasi (antara lain : laktat, suksinat, format, dll) dari satu jenis bakteri dapat menjadi substrat bagi jenis bakteri yang lain. Hal ini menyebabkan produk fermentasi tersebut tidak dapat dioksidasi untuk kemudian menghasilkan elektron bebas dan ion H+. Elektron yang dialirkan dari anoda ke katoda berkurang sehingga bedapotensial yang terukur berkurang. Peningkatan atau penurunan beda potensiallistrik berkorelasi dengan jumlah elektron bebas yang dihasilkan oleh konsorsium mikroba. Peningkatan beda potensial yang terukur oleh multimeter kemungkinan terjadi saat mikroba melakukan pemecahan substrat sederhana yang terdapat di dalam medium. Adapunpenurunannya, selain karena aktivitas anabolisme, kemungkinan dapat juga terjadi karena mikroba sedang beradaptasi untuk memecah substrat yang lebih kompleks menjadi sederhana. Peningkatandanpenurunan beda potensial listrik pada sistemMFC menggambarkan kedinamisan sistem karena digerakkan oleh makhluk hidup. Beda potensial yang terukur pada bejanaseri untukmasing-masing macam limbah lebih kecil dibandingkan beda potensial padabejana sepasang. Hal ini kemungkinan dikarenakan kebocoran yang terjadi pada sistem sepasang, namun perihal mekanisme yang terjadi maupun reaksi yang berhubungan dengan penurunan beda potensial listrik tersebut diketahui dengan jelas. Kemungkinanlain adalah berkurangnya efektivitas membran nafion dan elektroda dalammengalirkan proton dan elektron karena penggunaan yang berulang.
4.    Dari tiga jenis limbah cair yang digunakan, limbah cair rumen memiliki aktivitas enzimatik berupa kemampuan dalam menghidrolisis FDA yang paling besar yaitu 101,636 µg/ml/20menit dibandingkan dengan limbah cair tahu (21 µg/ml/20menit) maupun kelapa sawit (27 µg/ml/20menit).
5.  SistemMFC seri belum  mempu meningkatkan perolehan tegangan listrik yang lebih besar dibandingkan sistem MFC dengan bejana sepasang.
Pada jurnal kedua,  diketahui :
Sistem Microbial Fuel Cell menggunakan E. coli yang diisolasi dari Rumen Kerbau
Pada sistem ini, E.coli yang digunakan diisolasi dari rumen kerbau yang diambil dariRumah Potong Hewan (RPH) Bandar Buat Padang. Proses isolasi bakteri E.coli dilakukandengan menggunakan media MacConkey Agar. Koloni bakteri E.coli yang tampak akanberwarna merah muda. CFU yang didapatkan adalah 2,1 x 108CFU/g. Hal ini berarti 1 ml larutan bakteri E.coli terdapat 2,1 x 108CFU/g. Untuk mendapatkan proses pengukuran arusdan tegangan dilakukan selama 14 jam. Pengambilan data dilakukan secara acak, sehinggadidapatkan data yang menunjukkan hubungan antara kurva tegangan terhadap waktu
Sistem Microbial Fuel Cell menggunakan E. coli yang diisolasi dari Air Perasan RumenKerbau
Pada sistem microbial fuel cell yang menggunakan E. coli dari air perasan rumenkerbau, Proses isolasi bakteri E.coli dilakukan dengan menggunakan media MacConkeyAgar. koloni bakteri E.coli yang tampak akan berwarna merah muda. CFU yang didapatkanadalah 2,1 x 108CFU/g. Hal ini berarti 1 ml larutan bakteri E.coli terdapat 2,1 x 108CFU/g.
Sistem Microbial Fuel Cell menggunakan E. coli yang diisolasi dari Feses Kambing
Pada sistem microbial fuel cell yang menggunakan E. coli yang diisolasi dari feseskambing. Proses isolasi bakteri E.coli dilakukan dengan menggunakan media MacConkeyAgar. Koloni bakteri E.coli yang tampak akan berwarna merah muda. CFU yang didapatkanadalah 1,1 x 108CFU/g. Hal ini berarti 1 ml larutan bakteri E.coli terdapat 1,1 x 108CFU/g.
Sistem Microbial Fuel Cell E.coli yang diisolasi dari Feses Sapi
Pada sistem microbial fuel cell yang menggunakan E. coli yang diisolasi dari fesessapi. Proses isolasi bakteri E.coli dilakukan dengan menggunakan media MacConkey Agar.Koloni bakteri E.coli yang tampak akan berwarna merah muda. CFU yang didapatkan adalah100 x 108CFU/g. Hal ini berarti 1mllarutan bakteri E.coli terdapat 100 x 108CFU/g.Menggunakan tembaga dan seng sebagai anoda dan katoda. Luas permukaan elektroda yangdigunakan adalah 47,65 cm2.
Sistem Microbial Fuel Cell E.coli yang diisolasi dari Feses Itik
Pada sistem microbial fuel cell yang menggunakan E. coli yang diisolasi dari fesesitik. Proses isolasi bakteri E.coli dilakukan dengan menggunakan media MacConkey Agar.Koloni bakteri E.coli yang tampak akan berwarna merah muda. CFU yang didapatkan adalah130 x 108CFU/g. Hal ini berarti 1 ml larutan bakteri E.coli terdapat 130 x 108CFU/g.Elektroda yang digunakan adalah seng pada katoda dan tembaga pada anoda.Sistem Microbial Fuel Cell E.coli yang diisolasi dari Feses AyamSistem microbial fuel cell yang menggunakan E. coli yang diisolasi dari feses ayam.Proses isolasi bakteri E.coli dilakukan dengan menggunakan media MacConkey Agar. Kolonibakteri E.coli yang tampak akan berwarna merah muda. CFU yang didapatkan adalah 14 x108CFU/g. Hal ini berarti 1 ml larutan bakteri E.coli terdapat 14 x 108CFU/g. Elektrodayang digunakan adalah seng pada katoda dan tembaga pada anoda.Perbandingan Waktu dan Tegangan (Open circuits Voltage) untuk mencapai kondisi tetap(Steady state) yang dihasilkan MFC Dengan Menggunakan Bakteri E.coli yang Diisolasi dari Sampel Feses kambing, Sapi, Itik, Ayam, Rumen Kerbau dan air perasan rumen.Kondisi steady state merupakan kondisi dimana tidak terjadi perubahan tegangan yangdihasilkan oleh sistem MFC. Setelah tercapai tegangan dalam kondisi steady state (kondisitetap), proses pengukuran tegangan dan arus berbeban dilakukan. Pada masing -masing sistemMFC yang dilakukan, dihasilkan kondisi tetap yang berbeda-beda.Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa tiap sistem pada MFC memiliki kondisi tetapyang berbeda. Pada sistem MFC E. coli rumen kerbau kondisi tetap terjadi pada waktupengukuran memasuki waktu 14, 33 jam. Sistem E. coli feses kambing kondisi tetap padawaktu 20 jam. Sistem E. coli feses air perasan rumen kondisi tetap pada waktu 51,59 jam.Sistem E. coli feses sapi kondisi tetap pada waktu 17,58 jam. Sedangkan Sistem E. coli fesesayam dan itik kondisi tetap pada waktu 32 jam dan 23,17 jam.
Ketika sistem mencapai keadaan stabil, berarti sistem dalam penelitian ini telahmencapai titik jenuh atau bakteri tidak lagi bereproduksi maksimal. Sehingga menyebabkankurva mengalami kecendrungan untuk menghasilkan garis datar, hal ini dikarenakan bakterisudah mengalami masa stationer, dimana peningkatan jumlah bakteri tidak signifikan. Selainitu berkurangnya substrat untuk pertumbuhan bakteri ak ibat telah digunakan oleh bakteri,memiliki pengaruh terhadap hidrogen yang dihasilkan. Menurut Garbutt (1997) pada kondisiini peningkatan jumlah sel hidup pada kultur tidak lagi signifikan. Populasi akan berhentitumbuh ketika nutrien yang dibutuhkan unt uk tumbuh telah digunakan sehingga tidak adalagi tersedia pada kultur bakteri.Pada Gambar 5 menunjukkan tegangan (open circuits voltage) dari ke 6 jenis sampelyang digunakan. Setelah larutan E. coli dimasukkan ke dalam larutan anoda, kestabilantegangan (kondisi tetap) membutuhkan waktu yang berbeda -beda. Dimana kondisi tetap yangpaling cepat adalah pada sampel yang menggunakan sistem MFC E. coli rumen kerbau yaitu14.33 jam. Sedangkan kondisi tetap yang paling lama adalah sistem E. coli feses air perasanrumen yaitu 51,59 jam. Pada penelitian Ming dan Ping (2008) kondisi tetap yang dibutuhkanlebih cepat yaitu 65 menit. Diduga perbedaan komposisi larutan pada bagian anodamemberikan efek yang signifikan bagi pertumbuhan bakteri. Ming dan Ping (2008)menambahkan larutan buffer NaHCO3 dan NaH2PO4, selain itu juga dilakukan penambahanvitamin C dan olefin. Sedangkan pada penelitian ini tidak ditambahkan larutan buffer danvitamin C serta olefin, sehingga waktu untuk kondisi tetapnya lebih lama, tapi berpengaruhterhadap pencapaian tegangan.Pada penelitian ini lebih lambat dalam pencapaian kondisi tetap yaitu 14.33 jamdengan tegangan 364 mV. Untuk penelitian ini tegangan yang tertinggi dihasilkan oleh sistemE. coli feses ayam sebesar 670 mV dengan waktu 32 jam. Jika dibandingkan tegangan yangdihasilkan, tegangan pada penelitian ini masih lebih rendah, dimana Ming dan Ping (2008)menghasilkan 0.598 V pada waktu 65 menit  dan didapatkan hasil bahwa :
1. Bakteri Escherichia coli yang di isolasi dari feses ternak dan rumen dapat digunakanuntuk menghasilkan listrik dengan menggunakan sistem microbial fuel cell.
2. Perbandingan dari masing-masing sistem MFC yang menggunakan grafit sebagaianoda dan katodanya menunjukkan bahwa E.coli yang diisolasi dari air perasan rumen lebih baik daripada E.coli yang diisolasi rumen kerbau dan E.coli yang diisolasi feses kambing dalam menghasilkan tegangan (VoC) sebesar 512 mV, rapat Arus maksimal 1148 mA/m2 dan Rapat daya Maksimal 373,4 mW/m2.
3. Perbandingan dari masing-masing sistem MFC yang menggunakan seng sebagaianoda dan jalinan kawat tembaga sebagai katodanya menunjukkan bahwa E.coli yangdiisolasi dari feses sapi lebih baik daripada E.coli yang diisolasi dari feses ayam danE.coli yang diisolasi Feses itik dalam menghasilkan tegangan (VoC) sebesar 889 mV,rapat Arus maksimal 220 mA/m2 dan Rapat daya Maksimal 83,1 mW/m2.
Pada jurnal ketiga, Produksi Arus Listrik pada Sediment Microbial Fuel Cell (SMFC)
Produksi arus listrik oleh SMFC selama 40 hari  dengan menggunakan substrat sedimen tambak udang yang dirangkaikan dengan sebuah resistor tetap bernilai 560 Ω ± 5%. Jumlah arus listrik yang dihasilkan pada hari pertama pengukuran sebesar  15,7 mA/m2(inlet), 15,7  mA/m2(tengah),  11,4  mA/m2(outlet), dan 21,4 mA/m2(kontrol), menurun drastis pada hari kedua, yaitu sebesar 1,4 mA/m2(inlet), 2,1  mA/m2(tengah), 0  mA/m2(outlet) dan 2,1  mA/m2(kontrol).  Hal ini disebabkan adanya akumulasi elektron yang telah ada pada sedimen tambak udang yang digunakan. Peningkatan jumlah arus listrik setelah hari kedua merupakan hasil dari peningkatan aktivitas dan jumlah mikroorganisme pada sedimen.  Produksi arus listrik dan voltase pada penelitian ini mencapai  puncak pada hari ke-24 (Gambar 4 dan Gambar 5), yaitu sebesar 161,99 mA/m2(mA per luas meter persegi permukaan elektroda)  dan 0,39 V pada titik pengambilan sampel di tengah tambak.   Penurunan jumlah arus  listrik menjelang akhir pengukuran disebabkan, bahan organik yang terdapat disekitar anoda telah berkurang. Transfer massa pada pembentukan sedimen menjadi faktor pembatas dalam produksi energi menggunakan SMFC ini (Reimers et al. 2001).

SMFC dengan substrat sedimen tambak udang dapat menghasilkan arus listrik yang mencapai puncak produksi arus listrik pada hari ke-24, yaitu ~161,99 mA/m2dan tegangan sebesar ~0,39 V.
KESIMPULAN :
Bahwa Limbah cair rumen sapi, limbah cair tahu dan limbah cair industri sawit,  Bakteri Escherichia coli yang di isolasi dari feses ternak dan rumen substrat tambak udang dapat dimanfaatkan sebagai substrat dan agensia mikroba pada sistem MFC yang mana Bakteri Escherichia coli yang di isolasi dari feses ternak dan rumen lebih memiliki potensial yang besar dalam memproduksi sumber listrik.

DAFTAR PUSTAKA
Ahn TA, Kroeze C, Bush SR, Mol APJ. 2010.  Water pollution by intensive brackish shrimp farming in south-east Vietnam: causes and option for control. Journal Agriculture Water Management 97: 872-882.
Aiyushirota. 2009. Konsep budidaya udang sistem bakteri heterotroph dengan bioflocs. Bandung: Biotechnology Consulting dan Trading.
A`in C. 2009. Alternatif pemanfaatan ex disposial area untuk kegiatan perikanan dan pertanian di kawasan Segara Anakan berdasarkan sistem informasi geografis. [tesis]. Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai, Universitas Diponogoro.
Arshad MA, Coen GM. 1992. Characterization of soil quality: physical and chemical criteria. Journal Agricultural 7: 25–31.

Avnimelech Y, Ritvo G, Meijer LE, Kochba M. 2001. Water content, organic carbon and dry bulk density in flooded sediment.  Journal Agricultural Engineering 25: 25-33.

0 komentar:

Posting Komentar