PRODUKSI GAS HIDROGEN SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
DENGAN SISTEM ELEKTROLSIS DAN TERMOKIMIA: REVIEW
Henggar Wahyu Siswanti
1112096000038
Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstrak
Hidrogen diperkirakan akan menjadi pemasok energi
utama untuk pembangkit listrik sebagai sel bahan bakar, sebagai bahan bakar
mesin kendaraan, dan untuk penggunaan-penggunaan lainnya di abad ke-21 karena
ramah lingkungan dan kemudahannya dikonversi menjadi energi. Hidrogen adalah salah satu energi alternatif yang ramah
lingkungan untuk menggantikan bahan bakar fosil tetapi produksi hidrogen
sendiri dewasa ini masih menggunakan bahan bakar tersebut sebagai bahan baku
dan sumber energi pemrosesan. Sebagai pengganti bahan bakar fosil digunakan air
sebagai bahan baku utama dalam produksi hidrogen. Pembuatan hidrogen dapat
dilakukan melalui proses elektrolisis atau pun termokimia. Produksi hidrogen
dengan proses termokimia menggunakan siklus iodium-sulfur, menghasilkan
efisiensi gas hidrogen lebih besar dibandingkan dengan proses elektrolisis.
Kata Kunci: Hidrogen, Termokimia, Elektrolisis, Sel Bahan Bakar
Abstract
Hydrogen expected to be a major energy supplier for
electricity generation as fuel cells, it can be use for fuel engine vehicles,
and for other uses in the 21st century because it is friendly environment and
can be converted into energy easily. Hydrogen is one of the alternative energy
that can replace fossil fuels, but production of hydrogen itself today still
use the fuel as a source of raw materials and energy processing. As a
substitute for fossil fuels, water can be used as the main raw material in the
production of hydrogen. Manufacture of hydrogen can be done through
electrolysis or thermochemical processes. Hydrogen production by thermochemical
process by using iodine-sulfur cycle, producing hydrogen gas efficiency is
greater than the electrolysis process.
Keyword: Hydrogen,
Thermochemical, Electrolysis, Fuel Cell
I.
PENDAHULUAN
Kebutuhan
terhadap energi telah beralih dari kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan primer
dan selama ini pemasok energi utama bersumber dari energi fosil. Pada tahun
2030 juga diprediksikan kebutuhan akan minyak bumi, batu bara, dan gas alam
sebagai sumber energi akan meningkat sekitar 24%, 54%, dan 42% dibandingkan
tahun 2007. Peningkatan kebutuhan akan energi ini secara langsung akan
mengakibatkan semakin meningkatnya penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber
energi. Walaupun sumber energi yang tersedia bisa mencukupi kebutuhan seperti
yang disebutkan di atas, masalah lingkungan menjadi kendala tersendiri dalam
pengembangan energi untuk masa yang akan datang. Penggunaan bahan bakar fosil
yang berlebihan akan mengakibatkan banyaknya emisi gas buang ke lingkungan yang
akan memperparah pemanasan global. Oleh karena itu, diperlukan suatu perubahan
untuk memodifikasi bahan-bahan di luar bahan fosil untuk dijadikan sebagai
sumber energi alternatif. Salah satu bentuk energi alternatif untuk mengatasi
permasalahan yang terjadi adalah gas hidrogen.
Hidrogen
adalah salah satu sumber energi sekunder yang bersih dan bisa diproduksi dari
berbagai macam bahan baku. Pengembangan fuel cell (sel bahan bakar) yang
menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar telah menarik perhatian akhir-akhir
ini sebagai energi yang ramah lingkungan. Hidrogen adalah unsur yang paling
sederhana dan paling umum yang ada di bumi. Hidrogen merupakan gas yang tidak
berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau, yang mempunyai kandungan energi per
unit massa terbesar dibanding bahan bakar yang lain. Hidrogen merupakan unsur
yang biasanya terikat dengan unsur lain dalam suatu senyawa seperti air
(hidrogen berikatan dengan oksigen), gas metana (hidrogen berikatan dengan
karbon), dan senyawa organik yang lain. Dengan demikian, teknologi untuk
memproduksi hidrogen bisa bervariasi, tergantung dari bahan baku yang ada.
Sebanyak 95% dari total produksi hidrogen saat ini menggunakan bahan bakar
fosil berupa natural gas reforming, catalytic decomposition of
natural gas, oksidasi parsial minyak bumi, gasifikasi batubara, dan steam
coal-iron gasification.
Gas
hidrogen tidak dapat ditambang melainkan harus diproduksi. Di tahun 2008,
muncul konsep pembuatan blue energy yang menggunakan konsep pembuatan
bahan bakar cair dari gas hidrogen dan senyawa karbon (C, CO2,
dll.). Gas hidrogen yang diperlukan diperoleh dari elektrolisis air menggunakan
listrik yang dibangkitkan dari sumber energi terbarukan atau dari energi
nuklir, dan senyawa karbonnya diambil dari udara, gas buang industri, dll.
Konsep tersebut saat ini masih relatif sulit untuk dilaksanakan dan belum layak
secara ekonomi. Selain itu, menurut tinjauan termodinamis, sistem ini secara
neto tidak menghasilkan energi, tetapi memerlukan energi. Jadi, diperlukan
energi dari sumber lain. Dengan perkataan lain, sistem ini hanya memproduksi energi
carrier (pembawa energi) yang lebih fleksibel untuk digunakan. Air tidak
dapat dibakar, kecuali air tersebut diuraikan menjadi hidrogen dan oksigen,
atau uap air pada suhu dan tekanan tinggi direaksikan dengan bahan yang
mengandung karbon untuk menghasilkan hidrogen dan karbon monoksida. Hidrogen
yang diperolehnya dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Hidrogen
dapat digunakan baik langsung sebagai bahan bakar untuk mesin (termasuk
kendaraan bermotor dan mobil) maupun sebagai bahan bakar untuk fuel cell (sel
bahan bakar) penghasil listrik. Sel bahan bakar adalah alat yang bekerja secara
elektrokimia, menggunakan hidrogen dan oksigen untuk menghasilkan listrik, air
dan sejumlah panas, sehingga sama sekali tidak dihasilkan zat pencemar
lingkungan. Hidrogen diperkirakan akan menjadi pemasok energi utama untuk pembangkitan
listrik dengan sel bahan bakar, sebagai bahan bakar mesin kendaraan, dan untuk
penggunaan-penggunaan lainnya di abad ke-21 karena ramah lingkungan dan
kemudahannya dikonversi menjadi energi (Iwasaki dkk., 2006). Kendaraan dengan
teknologi sel bahan bakar hidrogen mempunyai efisiensi 3 (tiga) kali lebih
tinggi dibandingkan dengan kendaraan bermesin menggunakan bahan bakar bensin.
Proses
pembuatan gas hidrogen dapat dilakukan dengan cara elektrolisis dan termokimia.
Untuk keperluan komersial, hidrogen harus dibuat dari zat-zat yang mengandung
atom hidrogen dalam struktur molekulnya, seperti bahan bakar fosil, biomassa,
alkohol, atau air. Semua metode pembuatan hidrogen memerlukan energi yang
berupa listrik, panas, atau cahaya. Elektrolisis air adalah penguraian air (H2O)
menjadi oksigen (O2) dan hidrogen (H2) dengan cara
pengaliran arus listrik melalui katoda dan anoda yang tercelup di dalam air.
Hidrogen akan muncul di katoda, yaitu elektroda yang terhubung ke arus negatif,
dan oksigen di anoda, yaitu elektroda yang terhubung ke arus positip. Jumlah
gas hidrogen yang diperoleh sebanyak 2 kali gas oksigennya, dan jumlah keduanya
proporsional dengan energi listrik yang digunakan. Elektrolisis air murni
berlangsung sangat lambat. Kecepatan elektrolisis air menjadi hidrogen dan
oksigen dapat ditingkatkan secara nyata dengan penambahan zat-zat elektrolit
yang berupa garam, asam, atau basa. Garam natrium dan lithium sering digunakan
dalam proses elektrolisis air karena harganya relatif murah dan mudah larut
dalam air. Asam yang biasa digunakan sebagai elektrolit adalah asam kuat
misalnya H2SO4, sedangkan basanya adalah basa kuat
seperti KOH dan NaOH. Cara lain untuk memproduksi hidrogen dari air dapat
dilakukan dengan menguraikan air langsung menggunakan panas pada suhu sekitar
4.000 K (3.727°C).
Suhu penguraian air dengan panas dapat diminimalkan dengan proses termokimia,
yaitu proses penguraian air dengan panas menggunakan bantuan zat kimia. Dalam
proses ini, bahan baku yang diperlukan secara kontinyu hanyalah air, karena
bahan kimia yang digunakan dalam reaksi didaur ulang ke dalam proses.
II. PEMBAHASAN
Dalam
penelitian yang dilakukan, digunakan air sebagai sumber bahan baku untuk
memproduksi hidrogen. Pembahasan mencakup proses pembuatan gas hidrogen dengan
metode elektrolisis air dan termokimia. Pada proses elektrolisis didasarkan
atas penguraian zat elektrolit oleh arus listrik searah yang akan mengalami
perubahan-perubahan kimia. Proses elektrolisis ini dilakukan dengan menggunakan
reaktor elektrolisis, elektroda (katoda dan anoda), dan larutan elektrolit.
Reaktor merupakan tempat larutan elektrolit, sekaligus tempat berlangsungnya
proses elektrolisis untuk menghasilkan gas hidrogen (H2). Pengukuran
gas dilakukan dengan melihat angka volume pada reaktor setiap 10 menit selama
180 menit. Elektroda berfungsi sebagai penghantar arus listrik dari adaptor
menuju larutan elektrolit, sehingga terjadi proses elektrolisis. Larutan
elektrolit terbuat dari kristal NaCl dilarutkan dengan aquadest.Perubahan kimia
yang terjadi selama elektrolisis dapat dilihat sekitar elektroda. Elektroda
adalah suatu sistem dua fase yang terdiri dari sebuah penghantar elektrolit
(misalnya logam) dan sebuah penghantar ionik (larutan). Dalam percobaan,
elektroda yang digunakan adalah platina sebagai anoda dan stainless steel
sebagai katoda. Elektrolit yang digunakan adalah NaCl. Pada pelarutan NaCl
dalam air, akan terjadi proses elektrolisis pada larutan berdasarkan reaksi
berikut:
2NaCl(aq) +
2H2O(l) → 2Na+ + 2OH-
(aq) + H2 (g) + Cl2 (g)
Pada
proses elektrolisis, elektroda dialiri arus listrik (DC) sehingga senyawa pada
elektrolit terurai membentuk ion-ion dan terjadi proses reduksi oksidasi
sehingga menghasilkan gas. Proses elektrolisis diperlukan arus listrik yang
tinggi agar proses reaksi kimia menjadi efektif dan efisien. Apabila kedua
kutub elektroda (katoda dan anoda) diberi arus listrik, elektroda tersebut akan
saling berhubungan karena adanya larutan elektrolit sebagai penghantar listrik
menyebabkan elektroda timbul gelembung gas. Proses elektrolisis dinyatakan
bahwa atom oksigen membentuk sebuah ion bermuatan negatif(OH-) dan
atom hidrogen membentuk sebuah ion bermuatan positif (H+). Pada
kutub positif menyebabkan ion H+
tertarik
ke kutub katoda yang bermuatan negatif sehingga ion H+
menyatu
pada katoda. Atom-atom hidrogen akan membentuk gas hidrogen dalam bentuk
gelembung gas pada katoda yang melayang ke atas. Hal serupa terjadi pada ion OH-
yang
menyatu pada anoda kemudian membentuk gas oksigen dalam bentuk gelembung gas.
Percobaan
elektrolisis yang dilakukan adalah dengan menggunakan variasi tegangan sebesar
2,1 volt, 6 volt dan 12 volt. Variasi tegangan pada proses elektrolisis
berpengaruh pada kemampuan proses elektrolisis dalam produksi gas hidrogen.
Berdasarkan ketiga variasi tegangan yang digunakan produksi gas hidrogen
terbesar terjadi pada tegangan 12V yaitu sebanyak 98 mL, produksi gas hidrogen
lebih kecil terjadi pada tegangan 6V dan produksi gas hidrogen terkecil terjadi
pada tegangan 2,1V. Suplai tegangan yang semakin besar akan mempercepat
terjadinya reaksi penguraian larutan sampel NaCl. Reaksi penguraian yang
semakin cepat akan semakin besar pembentukan gas hidrogen pada katoda.
Percobaan
pembuatan hidrogen lainnya adalah dengan menggunakan proses termokimia. Kombinasi dari beberapa reaksi kimia eksoterm dan endoterm
membentuk suatu proses termokimia
tertentu yang dapat menurunkan temperatur proses penguraian air menjadi
hidrogen dan oksigen. Pemecahan air secara langsung membutuhkan temperatur
proses 5000oC,
sedangkan dengan proses termokimia pemecahan air dapat berlangsung pada
temperatur maksimum 850oC. Dalam proses ini, bahan baku yang
diperlukan secara kontinyu hanyalah air, karena bahan kimia yang digunakan
dalam reaksi didaur ulang ke dalam proses. Analisis yang digunakan adalah
dengan siklus iodium-sulfur. Dari banyak jenis proses termokimia untuk
memproduksi hidrogen, proses iodine-sulfur (proses IS) merupakan proses yang menjanjikan
(Kasahara dkk., 2006). Proses ini terdiri atas 3 (tiga) reaksi, yaitu:
1.
Reaksi Bunsen: I2
+ SO2 + H2O →
2 HI + H2SO4, reaksi ini berlangsung pada suhu 130°C
2.
Reaksi
dekomposisi H2SO4 menjadi H2O, SO2,
dan O2: H2SO4 →
H2O + SO2 + ½ O2
3. Reaksi
dekomposisi HI menjadi H2 dan I2: 2 HI →
H2 + I2
SO2
yang diperoleh dari reaksi 2 dan I2 yang diperoleh dari reaksi 3 didaur ulang ke
reaksi Bunsen. Jadi dalam siklus ini, air diuraikan menjadi H2 dan O2.
Proses produksi hidrogen dengan metode siklus iodium-sulfur dapat
menjanjikan peningkatan efisiensi termal hingga sekitar 75%. Lebih menguntungkan
lagi, apabila proses produksi hidrogen ini digunakan energi termal dari reaktor
nuklir, karena proses termokimia tersebut dapat meningkatkan efisiensi termal
reaktor nuklir sampai sekitar 85%. Selain itu metode produksi hidrogen secara
termokimia adalah bersih dan ramah lingkungan. Sedangkan, dengan elektrolisis
memiliki efisiensi sebesar 25%-35%. Efisien yang rendah ini disebabkan oleh
penggunaan energi listrik yang besar. Selain itu, pada proses elektrolisis
biaya produksi yang diperlukan cukup mahal, akibat penggunaan energi listrik
yang diperlukan dalam jumlah yang besar, dan diperlukan tegangan yang besar
untuk dapat memperoleh hidrogen dalam jumlah yang banyak.
III.
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang
diamati dari berbagai percobaan mengenai produksi hidrogen menggunakan bahan
baku air dengan proses elektrolisis air dan termokimia dengan analisis
iodium-sulfur disimpulkan bahwa proses termokimia dengan sistem siklus iodium-sulfur
lebih efisien dibandingkan dengan proses elektrolisis. Pada proses termokimia,
efisiensi gas hidrogen yang diperoleh adalah 75%-85% sedangkan pada proses
elektrolisis, efisiensi hidrogen yang didapatkan lebih rendah, yakni sebesar
25%-35%.
DAFTAR PUSTAKA
Andewi, N.M. Ayu Yasmitha dan Wahyono
Hadi. Produksi Gas Hidrogen Melalui Proses Elektrolisis
Air Sebagai Sumber Energi. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh November
Mulyono, Panut. 2009. Prospek dan
Potensi Hidrogen Sebagai Energi Terbarukan. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada
Pandiangan, Tumpal. 2006. Kajian Konsep Siklus
Sulphur- Iodium Untuk Produksi Hidrogen Secara Termokimia. Jakarta: Pusat
Pengembangan Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN
Salimy, D.H.
2008. Analisis Termodinamika Proses Termokimia Produksi Hidrogen Siklus
Iodine-Sulfur Dengan Panas Nuklir Suhu Tinggi. Jakarta: Pusat Pengembangan
Energi Nuklir, BATAN
0 komentar:
Posting Komentar