PRODUKSI GAS HIDROGEN SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF
MENGGUNAKAN LIMBAH ALUMUNIUM DAN METANOL : REVIEW
Nurdini Awaliyah (1112096000061)
Jurusan
Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi , Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Jl. Ir.H.Juanda
No 95 Ciputat, Banten
nurdini.awaliyah@gmail.com
ABSTRAK
Hidrogen
sangat dimungkinkan menjadi alternatif bahan bakar masa depan. Proses produksi
hidrogen dapat dilakukan secara biologi maupun secara kimiawi. Fokus penelitian
ini adalah untuk memanfaatkan limbah alumunium yang belum termafaatkan secara
optimal menjadi gas hidrogen yang dibutuhkan sebagai sumber fuel cell,
sumber energi yang ramah lingkungan. Penelitian ini diawali dengan mencari
katalis (H2SO4, NaOH, KOH dan NaCl), yang optimal untuk produksi gas hidrogen
dari limbah alumunium foil. Hasil penelitian menunjukkah bahwa gas
hidrogen dapat diproduksi dengan menggunakan limbah alumunium foil dan
limbah alumunium dari kaleng minuman pada suasana basa (NaOH). Semakin tinggi
konsentrasi NaOH, semakin cepat waktu reaksi tetapi produksi gas hidrogennya
cenderung tetap.
Sintesis
hidrogen dari methanol dapat dilakukan melalui reaksi reformasi kukus metanol
yang merupakan reaksi terkatalisis antara metanol dan air dalam fasa gas. Pada
penelitian ini telah disintesis dua katalis Cu/ZnO/Al2O3
yang memiliki rasio mol Cu:Zn:Al berbeda, yaitu 1:2:0,1 (katalis I) dan 2:1:0,1
(katalis II). Pada suhu reaksi di atas 3000C, laju pembentukan hidrogen
dengan katalis I menurun sedangkan laju pembentukan hidrogen dengan katalis II
terus meningkat hingga mencapai 2,9 mol hidrogen/mol-metanol per menit pada
suhu 4000C.
Kata kunci : Sintesis Hidrogen,
alumunium, metanol
ABSTRACT
Hydrogen is very possible to be the alternative fuel of the future . Hydrogen production process can be done biologically and chemically . The focus of this research is to utilize aluminum waste that has not been optimally termafaatkan into hydrogen gas needed as a source of fuel cell , environmentally friendly energy sources . This study begins with the search for catalysts ( H2SO4 , NaOH , KOH and NaCl ) , which is optimal for the production of hydrogen gas from waste aluminum foil . The results menunjukkah that hydrogen gas can be produced by using aluminum foil waste and waste from the aluminum beverage cans in alkaline conditions ( NaOH ) . The higher the concentration of NaOH , the faster the reaction time but tend to remain hydrogen gas production .
Hydrogen
from the methanol synthesis can be done through steam reforming of methanol
reaction is catalyzed reaction between methanol and water in the gas phase . In
this study, two catalysts were synthesized Cu/ZnO/Al2O3
having a mole ratio of Cu : Zn : Al differently , 1:2:0,1 ( catalyst I) and 2:1:0,1 ( catalyst
II ) . At reaction temperatures above 3000C , the rate of formation
of hydrogen with a catalyst I decreased while the rate of formation of hydrogen
with a catalyst II continued to increase until it reaches 2.9 mol hydrogen /
mol of methanol per minute at a temperature of 4000C .
Keywords : Synthesis of Hydrogen ,
aluminum , methanol.
1.
Pendahuluan
Minat pada produksi gas hidrogen
untuk sel bahan bakar terus meningkat, yang dipicu oleh kekhawatiran akan
meningkatnya pencemaran lingkungan akibat penggunaan secara langsung bahan
bakar fosil, dan tingginya harga minyak bumi. Ketika digunakan sebagai sumber
energi, hidrogen tidak menghasilkan polutan seperti CO, CO2, SO2 dan
NOx. Tentu saja, suatu hidrokarbon masih diperlukan untuk menghasilkan
hidrogen, tetapi sel bahan bakar memiliki efisiensi energy yang lebih baik dan
dapat mengurangi lepasnya gas rumah kaca dibandingkan dengan pembakaran
langsung hidrokarbon. Saat ini terdapat kecenderungan pengembangan sel bahan
bakar yang menggunakan hidrokarbon cair sebagai sumber gas hidrogen. Salah
satu hidrokarbon cair yang dapat digunakan sebagai sumber hidrogen adalah
metanol. Melalui reaksi terkatalisis pada suhu tidak terlalu tinggi (200
– 400oC), metanol dapat diubah menjadi gas yang kaya dengan
hidrogen. Kelebihan lainnya, methanol mudah diperoleh dan dapat
dihasilkan dari sumber terbarukan. Proses produksi gas hidrogen secara langsung
dari hidrokarbon cair harus memenuhi beberapa syarat agar dapat diterapkan pada
sel bahan bakar. Proses tersebut harus efisien, praktis, dan gas yang dihasilkannya
mengandung CO sangat rendah. Pada konsentrasi beberapa ppm gas CO dapat meracuni
sel bahan bakar dengan mendeaktifkan katalis (terutama Pt) pada anoda. Hidrogen
dapat diperoleh secara langsung dari metanol melalui tiga proses yaitu
dekomposisi metanol, oksidasi parsial metanol dan reformasi kukus metanol. Proses
dekomposisi metanol dan oksidasi parsial metanol menghasilkan produk samping
gas CO. Reformasi kukus metanol menjadi alternatif terbaik untuk sintesis gas
hidrogen dari metanol. Reaksi ini menghasilkan gas H2/CO2
dengan rasio mol 3:1 dan tidak menghasilkan gas CO pada suhu reaksi di bawah
300oC. Dengan demikian, reformasi kukus metanol menjadi proses yang
cocok untuk produksi hidrogen secara langsung pada sel bahan bakar pada
kendaraan.
Produksi hidrogen secara kimiawi
yang lain adalah dengan menggunakan alumunium beralkalin untuk dijadikan fuel
cell alumunium alkalin udara. Fuel cell alumunium alkalin-udara adalah
serangkaian anoda alumunium dalam larutan beralkalin dan gas oksigen berada di katoda
yang akan menghasilkan energi listrik. Fuel cell berbasis alumunium
alkalin-udara sangat ramah lingkungan karena produk sampingnya adalah air dan
bahan kimia (aluminum oksida (Al2O3) dan aluminum hidroksida
Al(OH)3 yang dibutuhkan industry pemurnian air dan industri kertas
serta alat-alat elektronik. produksi gas hydrogen dari limbah alumunium foil
ini menggunakan katalis NaOH. Produksi gas hidrogen melalaui jalur ini
selain memanfaatkan limbah di lingkungan sekitar juga merupakan energi yang
mudah dikonversikan menjadi listrik dan bahan bakar, aman untuk lingkungan,
karena tidak menyisakan limbah beracun, dan bersih, hanya air dan bahan kimia
seperti aluminum hidroksida Al(OH)3 yang dapat digunakan kembali.
2.
Metode
Penulisan
Artikel ini membahas tentang
perbandingan pembuatan gas hydrogen dengan i bahan yang berbeda. Dengan menggunakan sintesis
hidrogen sebagai topik, maka jurnal-jurnal yang digunakan dalam artikel ini
adalah :
·
Produksi Gas Hidrogen Dari Limbah Alumunium
·
Sintesis Hidrogen dari Metanol dengan Katalis Cu/ZnO/Al2O3
Kedua jurnal
tersebut dalam artikel ini digunakan untuk perbandingan satu sama lain,
sehingga diketahui bahan baku paling efektif sintesis hidrogen.
3.
Hasil Pembahasan
A.
Optimasi Penggunaan Katalis
·
Pada jurnal 1, variasi penggunaan katalis dilakukan
untuk menentukan jenis katalis yang paling optimal dalam memproduksi gas
hidrogen
Tabel.1 menunjukkan bahwa penggunaan
katalis dalam suasana asam (H2SO4 dan HCl) dan katalis
dalam suasana netral (NaCl) tidak bereaksi. Sebagai contoh dengan H2SO4
pada waktu 3 detik reaksi sudah tidak ada peningkatan tekanan. Hal ini
menunjukkan bahwa baik katalis asam dan netral tidak dapat memproduksi gas
hidrogen. Sebaliknya dengan menggunakan katalis basa, baik itu NaOH dan KOH
memberikan tekanan akhir yang cukup tinggi, yaitu untuk 25 mL NaOH 3 M sebesar
1169 hPa dengan waktu 259 detik. Sedangkan dengan menggunakan 25 mL KOH 3 M
menghasilkan tekanan yag hampir sama dengan NaOH yaitu sebesar 1101 hPa, tetapi
waktunya selama 525 detik (2x lebih lama dari NaOH). Maka dari itu untuk
langkah selanjutnya, katalis yang digunakan adalah NaOH. Reaksi yang
berlangsung adalah :
·
Pada jurnal 2, penggunaan
katalis dilakukan perbandingan mol Cu:Zn:Al katalis 1 dan katalis 2 yang
berbeda yaitu1:2:0,1 dan 2:1:0,1. Hasil perbandingan dapat dilihat dari grafik
Gambar 1 . Difraktogram katalis I
(Gambar 1) menunjukkan adanya ZnO, CuO
dan Al2O3, dengan puncak-puncak yang cukup tajam dan
intensitas tinggi, Puncak yang muncul berturut-turut pada 2⍬, 31,83o,
34,47o, 36,27o, 47,65o, 56,57o, dan
63,01o merupakan puncak khas untuk ZnO. Puncak khas CuO muncul
berturut-turut, sedangkan Al2O3 tidak teramati puncak
nya, disebabkan oleh kecilnya persentase Al2O3 dalam
katalis dan diduga Al2O3 terdistribusi dengan sangat
baik. Katalis II menunjukkan pola difraksi yang sama (Gambar 2).
Gambar
2. Difraktogram katalis II
B.
Faktor yang
mempengaruhi laju reaksi
·
Pada jurnal 1,
menjelaskan pengaruh konsentrasi NaOH terhadap lamanya reaksi dan produksi
hidrogen dari limbah alumunium foil. Konsentrasi NaOH yang digunakan
adalah 1,2,3,4 dan 5 M Pengukuran dilakukan untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi larutan NaOH terhadap laju pembentukan gas hidrogen. Gambar 3
menunjukkan bahwa konsentrasi NaOH yang menghasilkan gas hydrogen terbesar
adalah saat konsentrasi NaOH 2 M yaitu sebesar 1230 hPa. NaOH 1 M menghasilkan
gas hidrogen paling sedikit yaitu sebesar 1184 hPa dan membutuhkan waktu paling
lama sebesar 745 detik. Gambar 3 dengan jelas memperlihatkan tidak adanya
hubungan antara meningkatnya konsentrasi NaOH dengan jumlah gas hidrogen yang
dihasilkan. Gambar 1 menunjukkan adanya hubungan antara meningkatnya
konsentrasi NaOH dengan peningkatan laju pembentukan gas hidrogen. Saat
konsentrasi 1 M, waktu yang diperlukan sebesar 730 detik. Saat konsentrasi 2 M,
waktu yang diperlukan 525 detik. Waktu yang diperlukan terus berkurang dengan
bertambahnya konsentrasi NaOH. Pada konsentrasi NaOH 5 M, waktu yang diperlukan
untuk pembentukan gas hidrogen semakin singkat, yaitu selama 245 detik.
Meningkatnya konsentrasi ini mempengaruhi kecepatan limbah alumunium yang
bereaksi untuk menghasilkan hidrogen. Semakin besar konsentrasi yang dipakai
maka semakin cepat waktu yang diperlukan untuk produksi gas hidrogen. Gambar 3
juga menunjukkan bahwa meningkatnya konsentrasi NaOH tidak berpengaruh terhadap
tekanan gas atau hidrogen yang dihasilkan.
Gambar
3. Hubungan antara konsentrasi NaOH terhadap waktu reaksi dan tekanan, tekanan
awal = 1016 hPa =1,002714 atm, V= 0,13L
·
Pada jurnal 2,
menjelaskan pengaruh suhu dan luas
permukaan terhadap lamanya reaksi dari produksi hidrogen dari metanol.
Keaktifan kedua katalis (yang dinyatakan sebagai laju pembentukan H2)
pada berbagai suhu reaksi ditunjukkan pada Gambar 4. Pada
suhu di bawah 350oC, katalis I menunjukkan keaktifan yang lebih
tinggi daripada katalis II. Sedangkan pada suhu di atas 350oC
keaktifan katalis II melampaui keaktifan katalis I. Keaktifan katalis I
meningkat dengan kenaikan suhu reaksi dan mencapai laju maksimum sebesar 1,9
mol hidrogen/mol metanol per menit pada 300oC. Peningkatan suhu
reaksi lebih lanjut (di atas 300oC) menyebabkan berkurangnya
keaktifan katalis I. Keaktifan katalis II, yang pada suhu rendah jauh lebih kecil daripada katalis I, terus bertambah seiring meningkatnya suhu reaksi dan mencapai laju pembentukan hidrogen sebesar 2,9 mol hidrogen/mol metanol per menit. Sampai pada suhu 400oC, suhu reaksi paling tinggi
yang dicoba pada penelitian ini, keaktifan
katalis II masih menunjukkan kecenderungan peningkatan.
Gambar 4
Kurva laju pembentukan hidrogen pada berbagai suhu dari katalis I dan
katalis II.
Pengukuran luas permukaan kedua katalis
secara isoterm BET menggunakan gas nitrogen sebagai adsorbat menunjukkan bahwa
katalis I dengan komposisi Cu yang lebih rendah justru memiliki luas permukaan
yang lebih tinggi (43,2 m2/g) daripada luas permukaan katalis II (17,8 m2/g).
Perbedaan luas permukaan ini dapat dijadikan indikasi bahwa pada katalis I Cu
terdistribusi dengan lebih baik dan lebih banyak berada di permukaan
dibandingkan pada katalis II. Lebih besarnya luas permukaan katalis I sesuai
dengan keaktifannya yang lebih tinggi pada suhu reaksi di bawah 300oC.
Walaupun bertindak sebagai pusat aktif, peningkatan persentase Cu tidak menjadikan
katalis II lebih aktif pada suhu rendah. Hal ini menunjukkan bahwa ZnO tidak
hanya bertindak sebagai pendukung (support) tetapi turut terlibat dalam
reaksi. Peningkatan komposisi Cu mendorong terbentuknya partikel kristalin CuO
yang lebih besar dan lebih resisten terhadap reduksi. Kombinasi keduanya
menyebabkan lebih rendahnya keaktifan katalis II daripada katalis I pada suhu
rendah. Pada sisi lain, lebih kecilnya partikel CuO, yang kemudian menjadi
partikel Cu setelah reduksi, pada katalis I menyebabkan katalis I lebih rentan
terhadap sintering. Hal ini yang menyebabkan berkurangnya keaktifan
katalis I pada suhu tinggi.
4.
Kesimpulan
Berdasarkan kedua jurnal tersebut
disimpulkan bahwa pada jurnal 1 optimasi katalis terbaik yaitu dengan
menggunakan katalis basa NaOH, karena NaOH memberikan tekanan akhir yang cukup
tinggi dan waktu yang relative singkat dibandingkan katalis, yaitu untuk 25 mL
NaOH 3 M sebesar 1169 hPa dengan waktu 259 detik. Sedangkan pada jurnal 2, katalis
terbaik yaitu menggunakan katalis 2 (Cu/ZnO/Al2O3) dengan
perbandingan mol Cu:Zn:Al sebesar 2:1:0,1. pada suhu di atas 350oC
katalis yang kedua yang lebih aktif. Perbedaan profil keaktifan terhadap suhu
kedua katalis ini disebabkan oleh perbedaan distribusi partikel Cu dan
kerentanan terhadap sintering.
Daftar
Pustaka
Agrell, J.; et.
all. J. Catal., 2003, 219, 389-403.
Choi, Y.;
Stenger, H. G. J. Power Sources, 2005,. 142, 81-91.
Dian, Yusraini
Inayati Siregar., Produksi Gas Hidrogen Dari Limbah Alumunium., 2010., Valensi
Vol. 2 No. 1, Nop 2010 (362-367)., Issn : 1978 - 8193
Marsih, I
Nyoman., Firmansyah, Dudi Adi., Onggo, Djulia., Makertihartha, I. G. B.N.,
2006., Sintesis Hidrogen dari Metanol dengan Katalis Cu/ZnO/Al2O3., Vol. 1 (1),
2006, h. 13-16.
Kulakov,
E., Ross, A.F., Alumunium Energi for Fuel Cells: Using an Energi Source that
is Both Plentiful and Fully Recyclable Will Dramatically Enhance its
Utilization and Provide Benefits Globally., ALTEK FUEL GROUP.INC, (2007)
Okada, Osamu,
Echigo, Mitsuaki, United States Patents 6, 2005, 844(292), 1-8.
Twigg, M.V.; Spencer, M.S. Topics in
Catalysis 22, 2003, 191-203.
0 komentar:
Posting Komentar